Kamis, 04 September 2008

Renungan 40 tahun ATMI

Dear all.....

Kalau ada tamatan ATMI yang lebih tua dari saya mestinya dari angkatan I, hanya beberapa orang saja. Mereka adalah Ign Widodo 68, Maryanto 64, Sudiro 64, Teguh Santoso 63, Marcus 63, Sumartono 63, Darwito alm 63, Sumantri 63, Suparno 63, Hadiwijaya 62, Sardjono 61 dan Gie Tiong 61. Dari tahun ke tahun pasti litani berusia diatas 60 akan semakin banyak dan satu persatu akan kembali ke Bapa entah diatas atau dibawah 60 tahun. Dari angkatan satu berambat ke angkatan 2, 3, 4 dan seterusnya.


Bagi saya, saya mau mengerti dan menghargai para orang muda yang dengan segala kekurangannya menyiapkan acara 40 tahun ATMI. Mereka pasti tidak berpangalaman seperti kita, dan kita yang berpegalaman saja belum tentu bisa berbuat lebih baik. Maka dalam rangka 40 tahun ATMI mari kita sumbangkan pikiran. Kalau saya berpendapat mengapa mereka melakukan sebuah acara ini dalam rangka 40 tahun, mestinya saya mencari tahu mengapa.....


Saya bicara lama dengan Sri Martono, Yulianto dan Heru di Hotel Ciputra Semarang 3 September kemarin. Ternyata kami cukup lama bicara soal ATMI seperti, Mekatronik sebagai icon baru ATMI, suasana di dalam ATMI dengan pandangan positif dan negatif dari banyak alumni tentang ATMI. Saya berkesimpulan, kalau tidak ada ikatan emosional, sama halnya ikatan emosional antara saya dengan orang tuaku atau saudaraku, untuk apa membuang waktu memikirkan ATMI. Akhirnya saya dan Sri Martono menawarkan diri untuk diskusi lebih lanjut di ATMI.


Setelah usiaku melewati 60 tahun baru saya semakin yakin akan kebenaran penyakit 7B yang muncul ketika usia 55 tahun. Sayangnya, kendati penyakit itu menular dan menggerogoti fisik dan mental sang manula, tetapi banyak dari kami tidak menyadari. Jalan terus di jalan yang salah. Maka jangan heran banyak orang muda heran dan tidak bisa mengerti kelakuan para manula, seperti saya ini.


B pertama adalah Botak. Jangan tertawa dulu, atau kalau mau tertawa, tertawalah dulu sampai terbahak bahak. Saya juga sekarang tertawa, untung sendiran, kalau tidak bisa dianggal gila, wong tertawa sendirian, ini juga penyakit manula lho, tertawa sendiri. Ha ha ha. Botak itu ada dua, pertama fisik dan kedua menta. Kalau fisik apa boleh buat, entah itu hadiah keturunan entak belajar terlalu banyak untuk menjadi profesor, karena itu sudah alamiah. Nah yang repot yang secara mental kita botak. Botak jenis ini biasanya diakibatkan oleh stress, maka kalau sudah manula jangan cari stress. Ada dua hal penting yang menyebabkan stress berat sampai terkencing kencing. Pertama menghamili bukan isterinya sendiri, coba bayangin seberat apak stressnya. Kedua sudah menumpang di rumah mertua, menikamati PMI, sertifikat mertua di gadaikan di bank, dan sekarang karena tidak bisa mengangsur rumah mau di sita....waoooooooooo Botak lain, tampak secara fisik, coba perhatikan kepala anda, kalau bagian belakang agak botak, rambutnya menipis, itu tandanya hormon testeron anda tinggi akibatnya napsu sex anda besar..........


B kedua Budheg. Budheg dalam bahasa jawa artinya agak tuli, tetapi juga bisa berkelakuan tuli. Sering kali saya memiringkan telapak tanganku mendekatkan pada daun telingaku. Maksudnya agar bisa mendengar dengan baik, apakah dengan menggunakan selembar kertas besar akan memperbaiki pendengaranku, mestinya tidak. Karena usia pendengaranku mulai menurun secara fisik. Sayangnya para manula di usia tua dihinggapi penyakit mental B kedua. Kami cenderung bicara terlalu banyak, karena sudah tuli dan tidak bisa mendengarkan dengan baik secara mental. Kami bicara lebih banyak daripada mendengarkan, sehingga membuat anak cucu bosan dan menghindar bicara dengan kami, mereka menghindar karena sejak mereka lahir hingga sekarang kami hanya mengulang ulang kata dan ceriteranya........... jelei banget si mbah, katanya. Kami sepertinya sudah berubah. Telinga tinggal satu dan mulut bertambah menjadi dua, bicara terlalu banyak.....


B ketiga adalah Blawur. Artinya penglihatan kami semakin tidak jelas. Seperti saya saat ini, memakai 3 kaca mata plus. Plus 1 untuk nonton TV, plus dua untuk melihat ke komputer dan plus 3 untuk membaca. Secara fisik mau apalagi, usia berjalan lurus, banyak onderdil di tubuh mulai kedaluwarsa. Tetapi skill kami tinggi, terlatih selama puluhan tahun maka kami dengan mudah memasukan benang ke lubang jarum. Yang repot kami tidak mengajari bahwa kami sudah manula. Mata kami blawur dan suka memandang dan menggoda yang muda muda. Coba ke kaca dan perhatikan kondisi fisik kita. Maka jangan heran orang muda mengatakan, "tidak tahu diri"


B keempat adalah Bodoh. Nyata sekarang, soal ilmu pengetahuan kami tertinggal oleh kaum muda yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Coba bicara soal internet, brossing, ruang angkasa dan sebagainya, kami tidak banyak tahu lagi, tangan dan otak kami sepertinya tidak gatuk/mix sama komputer. Sayangnya secara mental kami tidak menyadari kebodohan itu, sehingga suka mengatakan, membanggakan masa lalu kami dengan mengatakan "dulu saya atau kalau tidak ada saya" Coba perhatikan ketika kami makan, ada sisa nasi yang menempel di sekitar mulut, itu saja kami juga tidak menyadari dan tidak bisa mengontronya, sepertinya kami kehilangan kontrol diri....


B ke lima adalah Buyutan. Secara fisik dan mental kami sudah tidak berdaya, kapan matipun kami tidak menyadari lagi. Namun ada 2 peristiwa yang saya catat dalam hidupku. Pada tahun delapan puluhan satiap tahu saya pulang Timor, salah satu aktifitasku adalah mengunjungi orang tua berusia 70 puluhan tahun, semua sudah meninggal dunia. Diantaranya ada dua orang yang memberikan pelajaran berharga kepada saya. Ia seorang Uskup yang meningga dunia pada usia 86 tahun dan seorang Bapak yang meninggal pada usia 96 tahun. Yang pertama banyak mendengar, membaca, menulis, bicara kepada umat sehingga beliau aktif secara mental namun kurang dalam hal fisik. Ketika beliau sakit keras di RKZ Surabaya saya mengunjungi, dan pada saat mendengar bahwa saya dari Timor, ekspresi beliau berusaha bicara tetapi fisiknya tidak mampu lagi digerekan oleh otaknya. Sedangkan kedua, bapak ini, ketika beberapa kali saya datang mengunjungi beliau, ia tidak kenal saya lagi. Cucunya mengatakan engkong sering kencing di depan kami, beliau sudah pikun. Semasa hidupnya, puluhan tahun ia berjalan sejauh 11 km pp ke perkebunan kelapanya. Ia sehat sekali, tetapi jarang membaca sehingga otaknya tidak banyak mendapat stimulus. Sehingga meninggalnya seperti mobil yang jalan dan kehabisan bensin. Di manakah diriku hendak kutempatkan? Saya mau balans, olah raga teratur dan aktifitas otak tidak pernah berhenti, dan sungguh menyadari akan hukum kekekalan, kita memanen apa yang kita tanam.


B ke enam adalah Beseran. Bagi saya ini sudah ketentuan dari Allah. Kita tidak bisa memilih. Apakah dalam keadaaan seperti ini kita masih mampu bersyukur dan berterima kasih? Saya belum bisa meramal tentang diriku.......yang bisa kulakukan adaah setiap hari berdoa dan membaca Injil, kitab suciku.


B ke tujuh Bablas......... Setelah melewati B ke enam manusia cenderung pasrah, tidak berdaya kemungkinan terjadi kemunduran kesadaran dan emosi.... lalu kita semua menjawab .......AMIN.........Bablas dalam bahasa jawa artinya sudah lewat, selesai juga bisa tamat....lengkapnya bisa dibaca di www.tarcisius.multiply.com

Banyak dari kita memanen apa yang kita tanam.

Tidak ada komentar: